Ilmu Fiqih : Penerapannya dan Peran Orang Tua
Pada dasarnya, seorang muslim tidak dibebani kewajiban apa pun dalam agama melainkan jika dia sudah baligh yang ditandai dengan usia 15 tahun, mengalami mimpi basah atau keluarnya darah haid bagi perempuan.
Rasulullah SAW bersabda :
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ : عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَ عَنِ الصَّبِيًِ حَتّٰى يَبْلُغَ ، وَ عَنِ المَجْنُوْنِ حَتّٰى يَعْقِلَ . (رواه أحمد
"Diangkat pena (catatan dosa) dari tiga golongan : dari orang yang tidur hingga bangun, dari anak kecil hingga baligh dan dari orang gila hingga sadar." (H.R. Ahmad)
Ketiga golongan tersebut, termasuk anak kecil yang belum baligh, tidak berdosa jika meninggalkan kewajiban atau mengerjakan sesuatu yang dilarang.
Permasalahannya, apakah kita selaku orang tua, guru atau saudara hanya tinggal diam dan tidak peduli saat anak kita meninggalkan kewajiban atau mengerjakan sesuatu yang dilarang dalam Agama?
Bagaimana sikap kita selaku orang tua? Menegurnya kah? Atau membiarkan dengan dalih bahwa anak kecil masih belum punya kewajiban dan tidak dicatat dosanya?
*****
Mengenai hal ini Rasulullah SAW pernah bersabda :
مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَ هُمْ أبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَ اضْرِبُوْهُمْ عَلَيها وَ هُمْ أبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي المَضَاجِعِ . (رواه أبو داود)
"Perintahkan anak-anak kalian sholat saat mereka sudah berusia 7 tahun, dan pukullah mereka karena(meninggalkan)nya ketika mereka sudah berusia 10 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur diantara mereka." (H.R. Abu Dawud)
Dari hadist diatas bisa kita fahami bahwa ada kewajiban bagi orang tua terhadap anak berumur 7 tahun yang merupakan usia mumayyiz dan anak yang sudah berumur 10 tahun.
Ketika anak sudah berumur 7 tahun, orang tua berkewajiban menyuruhnya sholat - terlepas apakah si anak nurut kepadanya atau tidak - dan saat ia berumur 10 tahun, orang tua wajib memberikan sanksi fisik berupa memukul anaknya - dengan syarat tanpa menyakiti - jika ia meninggalkan sholat.
Apakah ini hanya berlaku dalam sholat saja?
Jawabannya adalah tidak. Ulama juga menyamakan hukum ini dalam semua kewajiban dalam beragama. Disaat anak sudah mumayyiz, maka orang tua diwajibkan menyuruh dan melatihnya melakukan kewajiban-kewajibannya saat baligh kelak. Seperti sholat, puasa, menutup aurat, berkata jujur dan bertanggung jawab lainnya.
Disamping itu, orang tua juga wajib melarang dan menegur anaknya jika melakukan sesuatu yang diharamkan dalam agama. Seperti mencuri, berbuat zhalim, memukul, merampas barang orang lain dan lain-lain. Karena meninggalkan yang haram juga merupakan kewajiban dalam agama kita.
Saat anak usianya 10 tahun, pelanggaran yang ia lakukan harus diiringi dengan konsekuensi. Yaitu sangsi fisik dipukul, tentunya dengan pukulan teguran, bukan pukulan menyakiti.
Hal ini sangat perting untuk diperhatikan oleh orang tua agar tertanam betul dalam keyakinan anaknya bahwa semua perbuatan haram itu tidak pantas untuk dilakukan. Apapun alasannya. Jika ia berbuat salah maka siapa pun tidak ada yang akan membenarkannya dan dia sendiri yang harus menanggung konsekuensinya.
Kebiasaan ini jika terus dipupuk maka akan menumbuhkan jiwa mandiri dan bertanggung jawab.
*****
Dari hadist di atas juga, para ulama juga menyimpulkan bahwa wajib bagi orang tua untuk mengajari dan membekali anaknya ilmu-ilmu Agama.
Sebab, saat Rasulullah memerintahkan orang tua untuk menyuruh anaknya sholat, maka secara tidak langsung Rasulullah juga memerintahkan orang tua untuk mengajari anaknya bagaimana caranya sholat. Tidak mungkin kan anak akan melaksanakan sholat jika ia tidak tau caranya.
Para ulama menjelaskan :
مَا لَا يَتِمُّ الوَاجِبُ إلًَا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ .
"Sesuatu perkara yang tidak bisa terlaksana sebuah kewajiban kecuali dengannya, maka hukum perkara tersebut juga wajib."
Jika orang tua tidak mampu untuk mengajari anaknya ilmu agama, maka ia wajib meminta orang lain untuk mengajarinya ilmu agama atau memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama.
Penting kiranya, kita sebagai orang tua sadar apa yang menjadi kewajiban kita terhadap anak-anak kita. Yang diantaranya adalah mendidik mereka sejak dini dengan didikan ala Rasulullah SAW dan para Salafussoleh.
Jangan sampai kita sia-sia mereka karena mereka adalah investasi akhirat kita dan merekalah yang akan menjadi amal jariyah kita kelak. Entah itu jariyah kebaikan atau sebaliknya. Kitalah yang menentukan.
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أجْرُهَا وَ أجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إلٰى يَوْمِ القِيَامَةِ ، مَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَلَهُ وِزْرُهَا وَ وِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إلٰى يَوْمِ القِيَامَةِ . (رواه البخاري و مسلم )
"Barang siapa yang memberikan contoh dengan contoh yang baik, niscaya dia akan mendapatkan pahalanya dan juga pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat.
Barang siapa yang memberikan contoh yang buruk, niscaya dia menanggung dosanya dan juga dosa orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Semoga bermanfaat.
Hanif Firdaus BSc (Alumni Al-Ahgaff University, Hadramaut, Yaman)
Posting Komentar untuk "Ilmu Fiqih : Penerapannya dan Peran Orang Tua"