Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fiqih Wanita 2 : Hukum-hukum dan Problematika Haid

بسم الله الرحمن الرحيم ، الحمد لله رب العالمين ، و الصلاة و السلام على سيدنا محمد ، و على آله و صحبه أجمعين ، و بعد :

Pada pengajian yang sebelumnya sudah kita bahas tentang definisi haid, usia minimal wanita bisa haid, durasi haid dan suci setelah haid, cara menghitung masa minimal haid dan hukum wanita yang haidnya terputus-putus. Untuk selengkapnya silahkan muraja'ah dulu di Fiqih Wanita 1 : Pngertian Haid dan Hukumnya.

Dari situ kita bisa mengambil kesimpulan bahwa darah bisa dihukumi haid jika memenuhi beberapa syarat. Apa saja syarat-syarat darah haid?

*****

Syarat Darah Haid

Darah yang keluar dari kemaluan wanita bisa dihukumi haid jika memenuhi 3 syarat. Yaitu :

1. Darah keluar harus di usia yang memungkinkan haid.

2. Darah yang keluar harus alami dan dalam keadaan sehat, bukan karena penyakit atau sebab melahirkan.

3. Darah yang keluar tidak kurang dari 24 jam dan tidak lebih dari 15 hari 15 malam.

Jika semua syarat terpenuhi maka darah bisa dihukumi haid. Tapi jika ada satu syarat saja yang kurang, maka darah yang keluar bukanlah haid. 

*****

Pada pengajian kali ini kita insyaallah akan membahas tentang beberapa hukum dari kasus-kasus yang terjadi seputar haid dan sering dialami oleh wanita. Yaitu :

- Hukum perempuan yang pertama kali mengalami haid.

- Hukum wanita yang darah haidnya terputus-putus.

- Hukum wanita yang darah haidnya melewati 15 hari 15 malam.

- Hukum keputihan (Rotubatul Farj)

Untuk lebih jelasnya mari kita bahas satu-persatu.

*****

Hukum Perempuan yang Pertama Kali Mengalami Haid

Pada pengajian sebelumnya disebutkan bahwa minimal masa haid adalah 24 jam atau sehari semalam. Ketika wanita haid, tentunya dia wajib meninggalkan sholat dan puasa. 

Jika dia sudah mempunyai pengalaman haid sebelumnya tentunya mudah sekali mengetahui apakah darah yang keluar itu haid atau bukan. Yaitu dengan melihat kebiasaan haid pada bulan-bulan sebelumnya. Karena pada umumnya wanita yang normal mengalami siklus haid yang teratur.

Apabila darah haid muncul di waktu yang biasanya pada waktu itu darah keluar, maka besar kemungkinan darah tersebut adalah darah haid. Dan pada saat itu dia wajib meninggalkan sholat dan puasa tanpa harus menunggu darah keluar dulu selama sehari semalam.

Namun, bagaimana hukumnya jika wanita tersebut baru pertama kalinya mengalami haid? Apakah dia wajib meninggalkan sholat dan puasa sejak pertama kali melihat darah? Ataukah dia harus menunggu dulu keluarnya darah selama 24 jam agar memastikan darah tersebut adalah darah haid? Ketika sudah yakin baru dia meninggalkan sholat dan puasa.

Dalam kasus ini Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab Raudhatut Thalibin (روضة الطالبين) bahwa wanita yang pertama kali mengalami haid wajib meninggalkan sholat dan puasa ketika pertama kali melihat darah. Tanpa harus menunggu keluarnya darah selama 24 jam. 

Jika ternyata darah berhenti kurang dari 24 jam, maka bisa dipastikan bahwa darah tersebut bukanlah darah haid dan dia wajib mengqodho' sholat dan puasa yang terlanjur ditinggalkannya pada saat itu. 

*****

Hukum Wanita yang Darah Haidnya Terputus-putus

Jika seseorang wanita menstruasi, tapi darah tidak terus menerus keluar, melainkan darah yang keluar terputus putus. Apakah masa ketika terputusnya darah itu dianggap suci karena bersih dari haid? Atau tetap dianggap haid karena ia tahu siklus haidnya belum selesai dan darah akan keluar kembali?

Dalam masalah ini ulama fiqih memiliki 2 pendapat :

1. Masa terputusnya darah haid tetap dihukumi haid, sehingga dia tidak perlu mandi wajib dan melaksanakan sholat pada masa tersebut. Pendapat ini adalah pendapat yang paling kuat dan dalam kitab fiqih disebut dengan istilah سَحْب yang artinya menarik. Karena kita menarik hukum haid dan menerapkannya pada masa terputusnya darah haid.

Namun, pendapat ini bisa berlaku jika memenuhi 2 syarat, yaitu :

- Masa terputusnya darah haid tidak melebihi 15 hari terhitung sejak awal keluarnya darah haid.

- Durasi atau masa keluarnya darah haid jika dijumlahkan minimal sampai 24 jam atau sehari semalam. Sesuai dengan yang sudah dijelaskan dalam pembahasan cara menghitung minimal masa haid sebelumnya.

2. Masa terputusnya darah haid dihukumi suci, sehingga dia wajib mandi dan mengerjakan sholat pada masa tersebut. Dalam kitab fiqih pendapat ini disebut dengan istilah لَقْط yang artinya mengambil. Karena kita hanya mengambil hari-hari tertentu saat keluarnya darah yg untuk dihukumi sebagai masa haid. Pendapat ini sebenarnya adalah pendapat yang lumayan kuat dalam madzhab Syafi'i sehingga tidak mengapa jika kita ingin mengambil dan mengamalkan pendapat ini.

*****

Hukum Wanita yang Darah Haidnya Melebihi 15 hari.

Pada pembahasan diatas disebutkan bahwa masa maksimal keluarnya darah haid adalah 15 hari 15 malam. Jika ada satu kasus wanita mengeluarkan darah selama 20 hari, apakah dari awal keluarnya hingga akhir dihukumi bukan haid? 

Yang sebenarnya terjadi dalam kasus diatas, yaitu ketika darah terus keluar walaupun sudah melebihi batas maksimal haid adalah terjadinya percampuran antara darah haid dan darah Istihadhah. Dalam artian dalam 20 hari tersebut, sebagian yang keluar adalah darah haid, sedangkan sebagian yang lain adalah darah Istihadhah.

Adapun perincian hukum mengenai berapa hari yang dihukumi haid dan berapa hari yang dihukumi istihadhah itu tergantung keadaan masing-masing wanita yang mengalami. Tidak bisa langsung kita tentukan berapa masa haid dan istihadhahnya.

Perincian untuk hukum kasus di atas insyaallah akan kita bicarakan dalam pembahasan istihadhah.

*****

Hukum Keputihan (Rotubatul Farj)

Cairan yang keluar dari kemaluan selain darah adalah rotubatul farj (cairan pada vagina). Yaitu cairan putih antara madzi dan keringat. Bagaimanakah hukumnya?

Kesimpulan hukumnya :

- Jika keluar dari bagian luar vagina, maka tidak najis dan tidak membatalkan wudhu.

- Jika keluar dari bagian dalam vagina, maka najis dan membatalkan wudhu.

- Jika ragu apakah keluar dari bagian dalam atau luar, maka tidak najis dan tidak membatalkan wudhu.

Catatan :

Yang dimaksud dengan bagian dalam vagina adalah bagian yang tidak wajib dibasuh ketika mandi besar dan istinja. Sedangkan yang dimaksud dengan bagian luar vagina adalah bagian yang wajib dibasuh ketika mandi besar dan istinja.

*****

Demikianlah pembahasan tentang beberapa hukum dari kasus-kasus yang sering terjadi seputar haid. Untuk pengajian yang berikutnya insyaallah kita akan membahas tentang perkara-perkara yang dilarang bagi wanita haid. Tentunya akan dibahas secara ringkas dan lengkap.

Semoga bermanfaat.

Hanif Firdaus Bsc, Alumni Al-Ahgaff University, Hadramaut, Yaman.

Taklim Santai
Taklim Santai Platform Belajar Ilmu Fiqih Wanita dan Kajian Online Khusus Muslimah

Posting Komentar untuk "Fiqih Wanita 2 : Hukum-hukum dan Problematika Haid"