Fiqih Wanita 6 : Nifas, Pengertian, Hukum dan Problematika
بسم الله الرحمن الرحيم ، الحمد لله رب العالمين ، و الصلاة و السلام على سيدنا محمد ، و على آله و صحبه أجمعين ، و بعد:
Ada 3 macam darah yang keluar dari kemaluan wanita, yaitu haid, nifas dan istihadhah. Pembahasan tentang haid Alhamdulillah sudah kita jelaskan defenisi dan hukumnya secara singkat dan lengkap pada pengajian-pengajian fiqih wanita yang sebelumnya.
Dan pada pengajian kali ini insyaallah kita akan membahas tentang nifas. Mulai dari pengertian, hukum-hukum dan problematika yang terkait dengan darah nifas.
*****
Pengertian dan Masa Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim wanita pasca melahirkan. Atau lebih jelasnya nifas adalah darah yang keluar setelah kosongnya rahimnya wanita dari janin.
Masa minimal keluarnya darah nifas adalah sekejap mana dan masa maksimalnya 60 hari. Adapun masa rata-rata wanita mengalami nifas adalah 40 hari.
*****
Ada beberapa poin penting terkait defenisi nifas yang perlu kita sorot agar kita betul-betul mengerti apa yang dimaksud dengan darah nifas. Yaitu sebagai berikut :
1. Nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan atau keluarnya janin dari rahim dengan sempurna. Jadi jika ada darah yang keluar sebelum atau saat masih proses melahirkan, itu tidak dinamakan darah nifas.
2. Dalam madzhab Syafi'i wanita yang hamil bisa mengalami haid. Maka jika ada darah yang keluar ketika hamil bukan karena sakit juga bukan karena ada masalah pada janin, terlebih jika siklusnya mirip seperti haid yang terjadi sebelum hamil, maka darah tersebut dihukumi darah haid asalkan tidak kurang durasinya dari 24 jam dan tidak lebih dari 15 hari 15 malam.
3. Jika ada darah keluar saat wanita masih hamil, tetapi :
- siklusnya berbeda dengan haid yang dialami sebelum hamil.
- keluar karena ada penyakit.
- keluar karena janin bermasalah.
- keluar saat ada tanda-tanda akan melahirkan.
- keluar saat proses persalinan sebelum bayi keluar dengan sempurna.
Maka, semuanya tidak dinamakan haid maupun nifas. Para ulama fiqih ada menyebut darah tersebut dengan istilah darah fasad (دم فساد), ada pula yang menyebut dengan istilah darah thalaq (دم طلق) dan hukumnya adalah sama seperti darah Istihadhah. Artinya dia tetap wajib shalat, puasa dan lainnya seperti wanita yang suci.
4. Yang dimaksud dengan melahirkan adalah keluarnya janin atau bakal janin dari rahim dengan sempurna. Jika janin yang dikandungan kembar maka disyaratkan keduanya harus lahir baru darah yang keluar dihukumi nifas. Disini tidak diharuskan juga janin keluar setelah usia kandungan 9 bulan. Bahkan darah yang keluar setelah keguguran janin yang masih segumpal darah (عَلَقَة) atau segumpal daging (مُضْغَة) juga dihukumi darah nifas.
*****
Hukum Jika Darah Baru Keluar Beberapa Hari Setelah Melahirkan
Jika setelah melahirkan ternyata tidak ada darah yang keluar, lalu setelah beberapa hari baru keluar darah maka hukumnya diperinci sebagai berikut :
- Jika jarak antara melahirkan dan keluarnya darah tidak sampai 15 hari (minimal suci antara 2 haid) maka darah tersebut dihukumi nifas.
Contoh : Wanita yang baru keluar darahnya 10 hari setelah melahirkan.
- Jika jarak antara melahirkan dan keluarnya darah sampai 15 hari maka darah tersebut tidak dihukumi darah nifas, melainkan darah haid.
Contoh : Wanita yang baru keluar darahnya 16 hari setelah melahirkan.
*****
Hukum Masa Bersih Antara Melahirkan dan Keluarnya Darah Nifas
Sebelumnya disebutkan bahwa apabila seorang wanita yang melahirkan tidak mengeluarkan darah sama sekali, lalu setelah 10 hari baru keluar darah maka itu tetap dihukumi darah nifas. Yang jadi pertanyaan adalah apa hukum masa bersih antara melahirkan dan keluarnya darah nifas yang lamanya 10 hari itu?
Masa bersih antara melahirkan dan keluarnya darah nifas pada kasus diatas adalah dihukumi sebagai masa suci. Artinya setelah melahirkan yang bersangkutan wajib mandi, melaksanakan sholat, puasa dan lainnya, sama seperti wanita yang suci. Hanya saja, walaupun darah nifas baru keluar di hari ke 10 pasca kelahiran, untuk perhitungan awal nifas tetap dimulai dari saat melahirkan, bukan dari saat keluarnya darah nifas.
*****
Hukum Darah Nifas yang Terputus-putus
Seorang wanita sudah keluar darah nifas selama beberapa hari. Di hari ke 20 ternyata darah nifas berhenti sehingga dia mandi besar, melakukan shalat dan lainnya. Kemudian di hari yang ke 25 darah keluar lagi. Apa hukum darah tersebut? Apakah dihukumi nifas ataukah haid?
Hukum kasus diatas diperinci sebagai berikut :
- Jika jarak waktu antara terputusnya darah nifas yang pertama dengan kemunculan darah yang kedua belum sampai 15 hari (masa minimal suci antara 2 haid) maka darah yang kedua juga dihukumi nifas. Karena jarak antara keduanya pada kasus diatas hanya 5 hari, maka darah kedua yang keluar juga dihukumi darah nifas
Adapun masa bersih diantara kedua nifas, hukumnya sama seperti hukum masa bersih antara 2 haid yang dialami wanita yang darah haidnya terputus-putus. Menurut pendapat yang paling kuat masa tersebut juga dihukumi nifas. Untuk lebih jelasnya silahkan muraja'ah pelajaran sebelumnya Fiqih Wanita 2 : Hukum-hukum dan Problematika Haid
- Jika jarak antara keduanya sampai 15 hari atau lebih, maka darah kedua yang keluar bukanlah nifas, melainkan darah haid. Sehingga masa bersih antara kedua darah tersebut adalah masa suci.
*****
Penting :
1. Apa yang diharamkan bagi wanita nifas itu sama persis seperti apa yang diharamkan bagi wanita haid.
2. Nifas dan haid itu sama-sama termasuk mani' (مانع) atau pencegahan wajibnya shalat. Sehingga perincian hukum ketika terjadi dan terhentinya nifas sama seperti permasalahan haid.
Singkatnya jika nifas terjadi setelah masuknya waktu sholat sekedar waktu yang memungkinkan untuk menunaikan shalat (kira-kira 5 menit setelah masuk waktu) maka dia wajib mengqhada shalat tersebut setelah suci dari nifas.
Jika nifas berhenti sebelum waktu shalat habis maka dia wajib menunaikan shalat tersebut dan juga mengqhada shalat yang sebelumnya jika kedua shalat tersebut bisa dijama'. Seperti zhuhur dan ashar, juga maghrib dan isya. Untuk lebih jelasnya permasalahan ini insyaallah akan dibahas kembali pada pengajian yang akan datang.
3. Jika seorang Wanita setelah melahirkan langsung mengeluarkan darah nifas maka dia tidak boleh mandi besar kecuali setelah bersih dari nifasnya. Dan walaupun sudah terjadi pada dirinya 2 dari sebab wajibnya mandi (melahirkan dan nifas) dia cukup mandi besar 1 kali untuk menghilangkan hadast besar.
4. Cara mengetahui suci atau tidaknya dari nifas sama seperti cara mengetahui suci dari haid. Untuk lebih jelasnya silahkan muraja'ah pelajaran yang sebelumnya Fiqih Wanita 5 : Hukum Ketika Suci dari Haid dan Cara Mengetahuinya
5. Nifas bukan termasuk tanda baligh. Berbeda dengan haid yang merupakan tanda balighnya wanita.
*****
Hukum Ari-ari (المشيمة)
Ari-ari atau tembuni atau batur bayi adalah plasenta yang melindungi janin saat masih dalam kandungan dan biasanya keluar bersamaan atau setelah keluarnya janin dari rahim
Hukum ari-ari sendiri adalah suci karena ia adalah bagian dari tubuh manusia. Karena saat wafat manusia dihukumi suci, maka jika ada bagian tubuh manusia yang terlepas maka hukumnya juga suci termasuk dalam hal ini ari-ari. Berbeda dengan hewan yang ketika mati dihukumi sebagai bangkai yang najis, maka jika ada bagian tubuh hewan yang lepas saat masih hidup hukumnya juga najis.
Hanya saja saat ari-ari baru keluar dari rahim hukumnya mutanajis sebab bercampurnya dengan darah. Sehingga jika setelahnya dibasuh dengan air hingga bersih maka hukumnya kembali menjadi suci.
*****
Hukum Mengubur Air-air Bayi
Hukumnya sunah. Hal ini diqiyaskan seperti hukum menguburkan jasad manusia yang sudah meninggal. Sebagai mana saat kita meninggalkan akan kembali dan dikuburkan ditanah, maka jika ada bagian dari badan kita yang terlepas maka juga dianjurkan untuk dikubur di dalam tanah. Seperti kuku, rambut dan termasuk ari-ari bayi.
Hanya bedanya, menguburkan jasad manusia yang sudah wafat hukumnya adalah wajib atau lebih tepatnya fardu kifayah. Sedangkan menguburkan anggota tubuh manusia yang terlepas adalah sunah yang dianjurkan, tidak sampai wajib.
Adapun hal lain yang biasanya dilakukan oleh masyarakat terhadap air-air atau batur bayi, jika itu semua dilakukan dalam rangka tafa'ul (تفاؤل) yaitu mengerjakan sesuatu dengan harapan datangnya suatu kebaikan dan juga tidak berlebihan, maka hal itu boleh saja dilakukan. Wallahu a'alam.
Semoga bermanfaat.
Hanif Firdaus Bsc, Alumni Al-Ahgaff University, Hadramaut, Yaman.
Posting Komentar untuk "Fiqih Wanita 6 : Nifas, Pengertian, Hukum dan Problematika"