Belajar Fiqih Pemula 10: Hukum Wadah Emas dan Perak, Kitab Matan Ghoyah wa Taqrib karya Abu Syuja,Teks, Terjemah dan Penjelasan
Hukum Wadah Emas dan Perak, Kitab Matan Ghoyah wa Taqrib karya Abu Syuja disertai dengan teks, terjemah dan penjelasan yang singkat dan lengkap :
بسم الله الرحمن الرحيم ، الحمد لله رب العالمين ، و الصلاة و السلام على سيدنا محمد ، و على آله و صحبه أجمعين ، و بعد
فقال المصنف رحمه الله تعالى و نفعنا به و بعلومه في الدارين آمين
Teks dan Terjemah Kitab Matan Ghoyah wa Taqrib karya Abu Syuja (Hukum Wadah Emas dan Perak)
(فصل)
وَ لَا يَجُوْزُ اسْتِعْمَالُ آنِيَةِ الذَّهَبِ وَ الْفِضَّةِ
Pasal
"Tidak diperbolehkan (haram) memakai wadah dari emas dan perak."
وَ يَجُوْزُ اسْتِعْمَالُ غَيْرِهِمَا مِنَ الأوَانِي
"Dan boleh memakai wadah selain dari keduanya."
Teks Kitab Ghoyah karya Abu Syuja |
Penjelasan Kitab Matan Ghoyah wa Taqrib karya Abu Syuja (Hukum Wadah Emas dan Perak)
Pada pengajian sebelumnya kita sudah membahas tentang air yang merupakan salah satu media atau perantara yang paling sering digunakan untuk bersuci.
Saat bersuci dengan air sering kali kita tidak langsung mengambilnya dengan kedua tangan kita, melainkan menggunakan media lain seperti gayung, ember dan lainnya. Oleh karena itulah pembahasan tentang "hukum memakai wadah/bejana" dimasukkan dalam bab thaharah (bersuci) di kitab-kitab fiqih.
Dalam bersuci, air merupakan salah satu media bersuci atau yang disebut dengan istilah wasa'ilut thaharah (وسائل الطهارة). Sedangkan wadah merupakan media dari media bersuci atau yang lebih akrab disebut dalam kitab fiqih dengan istilah wasa'ilul wasa'il (وسائل الوسائل) dan dipengajian kali ini insyaallah kita akan membahasnya dengan singkat dan lengkap.
Defenisi Wadah
Dalam bahasa Arab kalimat آنِيَة berarti wadah. Para ulama fiqih madzhab Syafi'i umumnya mendefinisikan wadah sebagai :
كُلُّ مَا يَأخُذُ فَرَاغًا مِنَ الهَوَاءِ
"(Wadah adalah) segala sesuatu yang mengambil ruang kosong dari udara."
Atau juga bisa diartikan :
ما ينقل أي شيء من موضع إلى موضع آخر
"(Wadah adalah) sesuatu yang bisa digunakan untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain."
Beberapa contoh yang disebutkan oleh ulama fiqih termasuk katagori wadah diantaranya : piring, cangkir, tutup bejana, sendok, jarum, kotak, tempat celak, stik celak yang biasanya ada di tempat celak, tusuk gigi, sisir dan kursi.
Dari contoh diatas bisa kita fahami bahwa benda apa pun jika bisa dipakai untuk meletakkan atau memindahkan sesuatu walaupun benda itu kecil tetap dinamakan wadah. Meskipun tidak terlihat seperti wadah pada umumnya.
Hukum Memakai Wadah
Pada dasarnya hukum memakai wadah atau bejana apa pun adalah mubah (boleh) asalkan :
1. Suci.
2. Tidak terbuat dari emas dan perak.
Jika sebuah wadah atau bejana memenuhi 2 kriteria di atas maka hukum menggunakannya adalah mubah dan diperbolehkan, walaupun harganya lebih mahal dari pada wadah emas dan perak. Seperti wadah yang terbuat dari permata dan batu-batu mulia lainnya.
Hukum Memakai Wadah Emas dan Perak
Memakai wadah yang terbuat dari emas dan perak adalah haram dan terlarang, baik untuk laki-laki atau perempuan.
Laki-laki dan perempuan tidak boleh menggunakan wadah atau bejana apa pun yang terbuat dari emas dan perak. Baik dipakai untuk makan, minum, bersuci dan lainnya.
Dalam sebuah hadist disebutkan :
لَا تَشْرَبُوْا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَ لَا تَأكُلُوْا فِي صِحَافِهَا ، فَإنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَ لَكُمْ فِي الآخِرَةِ (متفق عليه)
"Janganlah kalian minum di wadah yang terbuat dari emas dan perak dan jangan pula kalian makan di piring yang terbuat dari keduanya. Karena itu semua hanya untuk mereka (yang tidak beriman) saat di dunia dan khusus untuk kalian (orang yang beriman) di akhirat."
Hadist di atas merupakan dalil keharaman menggunakan wadah emas dan perak untuk makan dan minum. Para ulama tidak membatasi keharaman keduanya hanya ketika digunakan untuk makan dan minum. Semua penggunaan wadah emas dan perak selain makan dan minum juga tidak diperbolehkan, meski hanya untuk meletakkan sesuatu.
Dalam Kitab Busyrol Karim (بشرى الكريم) disebutkan :
ويحرم على المكلف و لو أنثى (استعمال أواني الذهب و الفضة) في طهارة و غيرها لنفسه و غيره و لو صغيرة أو على وجه غير مألوف
"(Haram) atas mukallaf (muslim yang baligh dan berakal) walau pun perempuan (menggunakan wadah emas dan perak) untuk bersuci atau lainnya, baik untuk dirinya sendiri atau orang lain, meskipun (wadah tersebut) kecil atau digunakan bukan untuk sesuatu yang tidak biasa."
Hukum Menyimpan Wadah dari Emas dan Perak
Tadi sudah dijelaskan bahwa menggunakan wadah emas dan perak itu tidak diperbolehkan. Bagaimana jika kita punya wadah emas dan perak, lalu kita simpan saja dan tidak digunakan untuk apa-apa. Bagaimanakah hukumnya?
Dalam hal ini ulama menjelaskan bahwa hukum menyimpan wadah emas dan perak juga haram. Sama saja seperti hukum menggunakannya, menyimpan keduanya meski tidak dipakai untuk apa-apa tidak diperbolehkan.
Alasannya karena ada sebuah kaidah fiqih yang mengatakan :
مَا حَرُمَ اسْتِعْمَالُهُ حَرُمَ اتِّخَاذُهُ
"Sesuatu yang haram menggunakannya juga haram menyimpannya."
Para ulama menjelaskan bahwa seseorang yang menyimpan sesuatu yang diharamkan berpotensi untuk menggunakannya suatu saat. Karenanya menyimpan sesuatu yang diharamkan seperti minuman keras, wadah dari emas dan lainnya juga tidak diperbolehkan.
Hukum Wadah yang Tidak Terbuat Murni dari Emas dan Perak
Jika wadah sepenuhnya terbuat dari emas dan perak, tentu sudah jelas keharaman memakai wadah tersebut. Bagaimana dengan wadah yang tidak sepenuhnya terbuat dari emas? Apakah hukumnya sama saja?
Dalam permasalahan ini, ulama fiqih memberikan beberapa contoh kasus dan juga hukumnya, diantaranya sebagai berikut :
- Wadah yang ditambal dengan emas/perak.
- Wadah yang dilapisi dengan cat emas dan perak.
Hukum Wadah yang Ditambal Emas/Perak
Yang dimaksud dengan menambal (الضَبَّة) adalah menempelkan potongan emas/perak pada sebuah wadah/bejana untuk memperbaiki bagiannya yang retak/pecah atau sekedar untuk menghiasnya.
Jika wadah ditambal dengan menggunakan emas, maka menurut pendapat yang paling kuat hukum menggunakannya adalah haram secara mutlak. Meskipun tujuannya untuk memperbaiki dan ukuran tambalan kecil.
Tapi jika wadah tersebut ditambal dengan perak maka hukumnya diperinci sebagai berikut :
1. Jika tambalan besar dan tujuannya untuk menghias, maka hukumnya haram.
2. Jika tambalan besar dan tujuannya untuk memperbaiki, maka hukumnya makruh.
3. Jika tambalan kecil dan tujuannya untuk menghias, maka hukumnya makruh.
4. Jika tambalan kecil dan tujuannya untuk memperbaiki, maka hukumnya mubah (boleh).
Penting :
- Ukuran kecil besarnya tambalan dikembalikan kepada kebiasaan di daerah setempat.
- Perincian hukum diatas hanya berlaku untuk tambalan perak saja. Sedangkan tambalan emas hukumnya adalah diharamkan secara mutlak.
Hukum Wadah yang Dilapisi Emas/Perak
Jika ada wadah terbuat dari bahan selain emas/perak dilapisi dengan cairan/cat emas (التَّمْوِيْه), bagaimanakah hukumnya?
Para ulama fiqih menerangkan bahwa hukum melakukannya, yakni melapisi wadah dengan cat emas dan perak adalah mutlak haram dan tidak diperbolehkan. Karena termasuk tabdzir atau membuang-buang harta.
Adapun hukum memakai wadah yang sudah terlanjur dilapisi dengan cat/sepuhan emas dan perak adalah sebagai berikut :
- Jika sepuhan emas dan perak sangat sedikit/tipis maka hukum memakainya adalah mubah (boleh).
- Jika sepuhan emas dan perak tebal maka hukum memakainya adalah haram.
Catatan :
Lapisan emas dikatakan tipis/sedikit ketika jika panaskan di api dan mencair tidak sampai ada zat emas dan perak yang menetes dan jika sebaliknya maka lapisan dikatagorikan banyak.
Penggunaan Emas dan Perak yang Diperbolehkan
Sebenarnya tidak mudah untuk menyimpulkan penggunaan emas dan perak untuk apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang tidak. Terlebih penggunaan emas dan perak saat ini tidak hanya untuk dijadikan wadah. Melainkan lebih beragam dan bermacam-macam, seperti peralatan medis, medali penghargaan, alat elektronik, kosmetik dan sebagainya.
Perincian hukum mengenai penggunaan emas dan perak yang terjadi pada zaman sekarang harus diserahkan dan ditanyakan langsung kepada mereka yang lebih ahli agar tidak terjadi kerancuan dan kesalahpahaman.
Meski demikian, ternyata ada beberapa penggunaan emas dan perak yang sudah pasti diperbolehkan. Sehingga kita tidak perlu khawatir ketika menggunakan emas dan perak dalam keadaan tersebut.
Penggunaan emas dan perak diperbolehkan dalam 4 keadaan :
1. Menggunakan emas dan perak untuk perhiasan wanita.
2. Menggunakan perak untuk cincin bagi laki-laki.
3. Menggunakan emas dan perak untuk alat turak atau transaksi, seperti dinar dan dirham.
4. Menggunakan emas dan perak saat darurat atau ada hajat (keperluan) yang dibenarkan dalam agama.
Contoh penggunaan emas saat darurat : menggunakan wadah emas untuk minum saat tersedak dan tidak menemukan wadah yang lain.
Contoh penggunaan emas saat ada hajat (keperluan) : menggunakan emas untuk keperluan medis sepert gigi palsu saat tidak menemukan bahan lain yang lebih baik dari emas.
Selain dari keempat keadaan diatas sebaiknya kita lebih berhati-hati dan bertanya terlebih dahulu hukum penggunaannya kepada ulama yang kompeten dalam hal ini.
Demikianlah penjelasan hukum memakai wadah yang terbuat dari emas dan perak beserta teks dan terjemah kitab Matan Ghoyah wa Taqrib karya Imam Abu Syuja. Kitab fiqih dasar yang sangat cocok untuk siapapun yang baru mulai taklim dan belajar ilmu agama ala santri dan santriwati yang mondok di pondok pesantren.
Baca juga materi taklim fiqih sebelumnya :
Belajar Fiqih Pemula 9: Hukum Kulit Bangkai dan Samak
Semoga bermanfaat.
Hanif Firdaus Bsc, Alumni Al-Ahgaff University, Hadramaut, Yaman.
Posting Komentar untuk "Belajar Fiqih Pemula 10: Hukum Wadah Emas dan Perak, Kitab Matan Ghoyah wa Taqrib karya Abu Syuja,Teks, Terjemah dan Penjelasan"