Belajar Fiqih Pemula 9: Hukum Kulit Bangkai dan Samak, Kitab Matan Ghoyah wa Taqrib karya Abu Syuja,Teks, Terjemah dan Penjelasan
فقال المصنف رحمه الله تعالى و نفعنا به و بعلومه في الدارين آمين
Teks dan Terjemah Kitab Ghoyah wa Taqrib karya Abu Syuja (Hukum Kulit Bangkai dan Samak)
(فصل)
جُلُوْدُ الْمَيْتَةِ تَطْهُرُ بِالدِّبَاغِ إلَّا جِلْدَ الْكَلْبِ وَ الخِنْزِيْرِ وَ مَا تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أحَدِهِمَا
(Pasal)
"Kulit bangkai itu menjadi suci dengan samak kecuali kulit anjing, babi dan juga hewan yang terlahir dari keduanya atau salah satunya."
وَ عَظْمُ المَيْتَةِ وَ شَعْرُهَا نَجِسٌ إلَّا الآدَمِيَّ
"Adapun tulang bangkai dan bulunya itu najis kecuali manusia."
Penjelasan Kitab Ghoyah wa Taqrib karya Abu Syuja (Hukum Kulit Bangkai dan Samak)
Dalam madzhab Syafi'i, media/alat yang digunakan untuk bersuci ada empat, yaitu :
1. Air
2. Tanah
3. Dabigh ( الدَّابِغ / sesuatu yang digunakan untuk menyamak kulit hewan)
4. Batu
Keempat media ini biasanya dalam kitab fiqih disebut dengan istilah wasa'ilut thaharah (وَسَائِل الطَّهَارَة) .
Alhamdulillah, pada pengajian sebelumnya kita sudah belajar tentang salah satu dari 4 media yang digunakan untuk bersuci, yaitu air dan insyaallah sudah kita bahas dengan singkat dan lengkap.
Pada pengajian kali ini kita akan membahas tentang media bersuci/wasa'ilut thaharah yang selanjutnya, yaitu dabigh dan juga hukum kulit bangkai.
Defenisi Bangkai
Bangkai (مَيْتَة) secara bahasa berarti hewan yang mati. Adapun menurut istilah yang dimaksud dengan bangkai dalam ilmu fiqih adalah hewan halal dimakan yang mati tanpa disembelih atau hewan haram dimakan yang mati walaupun disembelih.
Jadi, bangkai dalam perspektif ulama fiqih memiliki dua pengertian :
1. Hewan halal dimakan, seperti ayam, sapi dan kambing, yang mati tanpa disembelih. Contoh : ayam yang mati karena sakit.
2. Hewan haram dimakan, seperti kucing, anjing dan babi, yang mati walaupun disembelih.
Kreteria hewan yang haram dimakan dalam madzhab Syafi'i diantaranya adalah :
- Hewan yang disebutkan keharamannya dalam Al-Qur'an dan hadist, seperti babi (الخِنْزِيْر) dan keledai yang jinak (الحِمَارُ الأهْلِي)
- Hewan yang memiliki taring atau cakar untuk memangsa. Seperti : Anjing, harimau, burung elang dan lainnya.
- Hewan yang menjijikan. Seperti : ulat, kecoa, tikus dan lainnya.
- Hewan yang hidup di dua alam, seperti katak, buaya dan lainnya.
Hukum Bangkai
Semua bangkai hewan adalah najis, sehingga kita tidak boleh membawanya saat shalat atau mengkonsumsinya. Hanya ada 2 bangkai hewan yang dikecualikan dan hukumnya tetap suci walaupun sudah mati, yaitu bangkai ikan dan belalang.
Hukum najisnya bangkai itu mencakup seluruh organ yang ada pada bangkai tersebut. Baik itu daging, kulit, tulang dan juga bulu, semuanya dihukumi najis tanpa terkecuali.
Semua organ hewan yang mati adalah najis dan tidak bisa disucikan dengan cara apapun kecuali bagian kulitnya. Kulit bangkai masih bisa disucikan dengan cara disamak atau yang biasa dalam kitab fiqih disebut dengan istilah dibagh (دِبَاغ).
Jika kulit bangkai sudah disamak maka hukumnya menjadi suci dan bisa digunakan untuk keperluan kita sehari-hari.
Orang Arab zaman dahulu sering kali membuat wadah air dari kulit hewan yang biasa disebut dengan ghirbah (قِرْبَة) dan fungsinya mirip-mirip seperti pendingin air.
Pada zaman sekarang kulit hewan sering kali dipakai untuk menjadi bahan baku pembuatan pakaian, interior kendaraan, furnitur dan lain sebagainya. Hal itu dikarenakan sifat kulit yang kuat, fleksibel dan tahan lama. Untuk lebih mengetahui proses menyamak kulit mentah silahkan baca sumbarprov.go.id/proses-penyamakan-kulit
Defenisi Samak/Dibagh
Samak atau dibagh adalah sebuah proses yang dilakukan untuk membersihkan kulit dari sesuatu yang menyebabkan busuknya kulit, seperti darah atau daging yang masih menempel, dengan menggunakan benda tertentu.
Dengan proses samak, kulit mentah yang awalnya bersifat mudah membusuk ketika kering, keras dan kaku menjadi awet, tidak berbau, lentur dan tahan lama sehingga cocok digunakan dan diolah menjadi berbagai kerajinan tangan.
Benda atau media yang bisa dipakai untuk menyamak dinamakan dabigh (الدَّابِغ) . Yaitu suatu benda yang bersifat hirrif (حريف) berarti pedas atau kalat yang berfungsi untuk membersihkan dan mengawetkan kulit. Para ulama fiqih menyebutkan bahwa benda apa saja -walaupun najis sekalipun- boleh digunakan untuk menyamak kulit asalkan mampu membersihkan dan mengawetkan kulit.
Kulit Yang Bisa Disamak
Semua hewan yang suci ketika hidupnya, lalu mati maka kulit bangkainya bisa disucikan dengan cara disamak. Seperti kulit sapi, kambing, domba, ular dan lainnya.
Adapun hewan yang najis ketika hidupnya, seperti anjing dan babi atau hewan yang terlahir dari keduanya atau salah satunya, kulitnya tidak akan menjadi suci walaupun sudah disamak.
Hukum Kulit Yang Disamak
Ketika kulit sudah melalui proses samak, maka hukumnya adalah suci baik bagian luar dan dalamnya. Hanya saja ketika baru selesai disamak, kulit hukumnya mutanajis sama seperti baju yang kena najis. Jadi harus kita cuci terlebih dahulu sebelum kita pakai.
Adapun tanda-tanda kulit yang sudah suci setelah disamak adalah ketika kulit sudah tidak lagi berbau busuk walaupun direndam di air beberapa saat.
Kulit yang sudah disamak boleh dibawa dan dijadikan alas ketika shalat, dipakai untuk wadah menyimpan minuman dan penggunaan lainnya.
Penting :
Kulit bangkai yang sudah disamak walaupun suci tetap tidak boleh dan haram dikonsumsi menurut pendapat yang paling kuat.
Hukum Selain Bangkai
Bukan termasuk katagori bangkai (مَيْتَة) adalah hewan sembelihan (ذَبِيْحَة). Hewan sembelihan adalah hewan halal dimakan yang mati dengan cara disembelih (memotong saluran makan dan saluran pernapasan dengan benda yang tajam). Contohnya seperti unta, sapi, kambing, ayam yang mati dengan cara disembelih.
Berbeda dengan bangkai, hukum hewan yang sudah disembelih adalah suci, baik itu daging, tulang, usus dan termasuk kulitnya. Sehingga kulit hewan sembelihan boleh dikonsumsi dan bisa digunakan walaupun tidak disamak.
Seluruh bagian hewan sembelihan adalah suci seluruhnya, kecuali darah dan kotorannya.
Demikianlah penjelasan hukum kulit bangkai dan samak beserta teks dan terjemah kitab Matan Ghoyah wa Taqrib karya Imam Abu Syuja. Kitab fiqih dasar yang sangat cocok untuk siapapun yang baru mulai taklim dan belajar ilmu agama ala santri dan santriwati yang mondok di pondok pesantren.
Baca juga materi taklim fiqih sebelumnya :
Belajar Fiqih Pemula 8 : Hukum Air Mengalir Kejatuhan Najis dan Cara Menghitung 2 Kullah
Semoga bermanfaat
Hanif Firdaus Bsc, Alumni Al-Ahgaff University, Hadramaut, Yaman.
Posting Komentar untuk "Belajar Fiqih Pemula 9: Hukum Kulit Bangkai dan Samak, Kitab Matan Ghoyah wa Taqrib karya Abu Syuja,Teks, Terjemah dan Penjelasan"